Sunday, 24 August 2014

Love Expert



            “Kita udahan aja, ya.” 

            “Hah? Maksudnya?”


            Setelah saling mengunci mulut selama segelas Esspresso, Glo memecah keheningan dengan kalimat yang bernada tanggung. Entah itu sebuah pertanyaan ataupun pernyataan.


            “Aku pulang duluan, ya. Papa sudah nunggu di depan.”

            “Glo?”

            “iya?”

            “Kamu yang bayar, kan?


            Ini sudah kedua kalinya dalam tiga bulan gue diputusin cewek. Menambah catatan panjang rekor kegagalan gue dalam bidang percintaan. Nama Gloria berada di angka tujuhbelas. Sederet kegagalan-kegagalan ini dipersembahkan oleh tipe cewek yang berbeda-beda. Belajar dari pengalaman Yudha—seorang keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama berkali-kali, gue selalu berganti ‘genre’ tiap kali ingin memulai hubungan baru.

Berbeda dengan gue, Yudha hanya mempunyai satu tipe cewek idaman yang seolah sudah menjadi harga mati untuk hidupnya—chinese. Suatu kali pas gue lagi tanding PES sama Yudha di kosan, gue nanyain alasan dia Cuma mau ngabisin sisa hidupnya sama cewek chinese. Gue bertaruh di pertandingan terakhir malam itu. Kalo gue menang, dia jawab dengan sejujur-jujurnya. Kalo gue kalah, besok pagi gue bantuin mbak-mbak Alfamart seberang jalan ngelapin jendela pake daleman. Sebenernya nggak masalah mau taruhan apapun sama Yudha. Kalo gue punya adek umur lima tahun, mungkin dia bisa ngalahin Yudha lewat selusin gol tanpa balas.


“Jadi sebenernya aku ini masih punya keturunan timur, lho, Dit.”

“Elu orang Ambon, Yud? Gue kira anak Jogja tulen.”

“Bukan timur yang itu! Lebih ke timur lagi. Dulu pas zaman perang, kakek aku gak sengaja kawin sama nenek aku, Dit. Jadi ada lah sedikit-sedikit aku ini darah orang jepangnya.”

            “gimana ceritanya bisa nggak sengaja kawin? Pas lagi perang mah nyari lem aibon susah, Yud. Gimana mau nggak segaja kawin coba.”
            

            Yudha mungkin adalah laki-laki paling beruntung yang mengenal gue. Selain jadi partner dalam hal bayar kosan, gue juga sering kali menjadi konsultan pada saat Yudha lagi milih-milih cewek chinese buat dipacarin. Misalnya kayak sekarang ini, gue sama Yudha lagi lomba nyeruput kopi pahit yang asapnya masih ngepul di cafe depan kosan. Di sini biasanya Yudha menunggu bidadari kiriman Tuhan. Dan bener aja, gak sampe lima meint duduk di sini, Yudha udah ngode-ngodein gue untuk merhatiin seorang cewek yang baru masuk ke dalam cafe.


            “Jangan. Jangan cewek kantoran. Cewek kantoran itu awalnya deket, makin lama makin deket, entar abis jadian dia balik lagi ke rutinitas kerjaan dia. Nanti elu posisinya diduain sama job-job dia. Makin lama jadi makin jauh, makin jauh, terus putus gara-gara jarang komunikasi.”

            “Kalo yang duduk di ujung sambil denger lagu itu gimana, Dit?”

          “Anak musik. Lebih suka ngabisin waktu sama temen ketimbang pacar. Soalnya temen-temen satu aliran musik dia lebih berasa ngertiin dirinya. Paling baru tiga bulan elu udah diputusin gegara dia nganggep elu nggak mau berbaur sama temen dia.”

            “kok ngomongya yakin gitu, sih, Dit? Padahal kenalan aja kan belum.”

            “Yud, tujuhbelas. Sudah tujuhbelas kali. Gue udah khatam sama masalah yang kayak ginian.”

            “Dit, cewek di dunia ini nggak Cuma tujuhbelas orang. Aku sekarang ngerasa beruntung selalu jatuh di lubang yang sama. Aku sudah hafal betul sakitnya. Kalo aku jatuh di tujuhbelas lubang dengan sakit yang berbeda-beda, mungkin aku bakalan jadi generasi terakhir di keluarga aku gara-gara buat sekedar pacaran aja takut. Rasa sakit emang sering kali ada trauma yang ngebayanginnya, tapi mau gimana juga ujungnya harus kawin sama cewek, kan. Kalo baru ketemu, et de perts set, aja udah bilang nggak duluan, mau kawin sama komodo?”


             Kali ini gue harus ngakuin kalo Yudha bener. Walaupun kalimat at the first sight-nya salah, apa yang dibilang Yudha barusan emang bener. Sesuatu yang berada diluar garis normal pasti punya sebab dan akibatnya. Sama kayak perasaan lebih yang mulai timbul ketika baru membangun sebuah hubungan, akibatnya, hati jadi lebih rentan untuk terluka. Tapi luka itu bukan alasan untuk berhenti mencari.   

            Jigsaw puzzle. Setiap kepingannya hanya bisa disatukan kalo ujungnya cocok. Masing-masing Cuma punya satu yang pas. Sama kayak hati. Kalo semua luka-luka karena terjatuh tadi ngebuat kita berhenti nyocokin hati ini dari satu hati ke hati yang lain, lantas gimana puzzle-nya bisa selesai?


            “Dit, sekarang aku pacaran sama cewek yang lagi denger lagu di cafe kemaren itu, lho. Pas aku cerita sama temen-temen aku yang lain, kata mereka cewek chinese itu kalo pacaran ribut, ya, Dit? Padahal cewek aku kan pendiem, Dit.”

            “Dia cewek Palembang kali, bukan chinese.”




Sunday, 3 August 2014

Prolog 1



            Sudah setahun lebih blog ini jadi subtitusi kertas yang biasa gue pake buat wadah muntahan-muntahan dari isi kepala setiap harinya. Selama setahun ini pula gue banyak belajar berbagai macam hal. Cara ngupas kulit kacang pake sebelah tangan, ngerebus kopi instan sekaleng-kalengnya sebelum diminum, nahan diri buat nggak makan potato chips sekaligus, dan yang paling penting gue sekarang udah tau gimana caranya makan kuaci dengan cepet. Nggak, bukan Cuma hal-hal penting itu yang udah gue pelajari selama nge-blog. Gue belajar bahwa setiap orang akan mencari sesuatu yang lebih setiap harinya—setiap postingan-nya. Sama kayak orang yang baru aja putus sama pacarnya dan kepengen cari pacar yang baru lagi, yang lebih baik. Buat dipamerin sama mantannya. Begitu pula dengan orang-orang yang lagi blog walking atau sekedar buka-buka postingan di blog. Mereka menuntut sebuah perbaikan cara menulis di setiap postingannya.

            Menarik diri ke satu tahun yang sudah lalu, gue menyadari betapa cacatnya postingan-postingan yang sudah gue masukin di sini. Gue membaca ulang postingan pertama, kedua, ketiga, sampai ke postingan terakhir. Satu hal yang bisa gue simpulkan, cacat pada tiap postingan di blog gue berkurang di tiap postingannya, tapi banyak cacat baru yang bermunculan. Koreksi dan masukan-masukan dari berbagai sudut pandang tentu saja yang mengurangi catatnya. Dan seiring dengan sembuhnya cacat itu, gue sendiri tanpa sadar mulai memunculkan cacat-cacat baru. Secara teorits memang semua hal harus melampaui ketidak mungkinan untuk menjadi sempurna.

            Awalnya gue mengira blog ini bakalan terbebas dari tuntutan tugas-tugas Biologi seperti di beberapa postingan silam. Ternyata tahun ajaran baru bukan berarti semua hal harus baru juga. Tolong maafkan kloroplas-virus-bakteri-antibodi yang mungkin akan menyaingi jumlah postingan tulisan gue di blog ini selama setahun mendatang. Tapi emang begitu seharusnya blog ini, blog tugas Biologi, bukannya mengarang bebas.

            Gue masih akan menulis satu tahun lagi. Ini prolog untuk cerita yang baru.

Saturday, 5 July 2014

First Liebster Award!




            Ada yang pernah denger soal Liebster Award? Hampir dipastikan jawaban kita sama—belum. Tapi, itu kalo misalnya Abang Kolok nggak mencantumkan alamat blog gue di deretan blog-blog penerima penghargaan virtual ini. Doi dengan random-nya memilih gue yang bahkan belum dikenalnya.

            Penghargaan ini sendiri aslinya berasal dari Jerman. Namun, sekarang sudah hampir menyebar ke seluruh dunia. Kalo planet Namek punya jaringan internet mungkin di sana juga bakalan ada kali. Dalam bahasa Jerman, Liebster sendiri memiliki arti tersayang. Penghargaan ini kesannya lebih mirip pesan berantai, ato kalo zaman sekarang sih biasanya sering ada yang BBM “kalo nggak dilanjutin broadcast-nya bakalan sial tujuh turunan.” Padahal yang baca lagi naikin tangga. Bedanya, di penghargaan ini, Blogger terpilih harus mengikuti semacam aturan main. Nggak harus sih sebenernya, Cuma, kebanyakan blogger luar negeri sangat menghargai Liebster Award sampai-sampai yang nggak ngelanjutin suka dipandang berbeda sama yang lain. Dan karena nggak mau terkesan sombong, gue memutuskan untuk menjadi pemegang tongkat estafet berikutnya dari penghargaan ini. Now get seriously start for my first Liebster Award.

            Ada beberapa peraturan atau mungkin lebih tepatnya disebut cara main. Gue udah coba menimba ilmu kemana-mana buat cari tau gimana peraturan awal yang ditetapkan dalam Liebster Award dan kembali dengan tangan kosong. Karena penyebarannya yang sudah sangat luas, peraturannya pun sekarang menjadi sangat beragam dan berbeda-beda. Tapi secara mendasar ada beberapa poin penting yang bisa gue sebutin;

1.      Posting mengenai Liebster Award di blog kalian dan jangan lupa memberikan backlink serta ucapan terimakasih kepada blogger sebelumnya yang sudah memilih kalian untuk mendapatkan penghargaan ini.

2.      Penghargaan ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar blogger satu sama lain. Dan karena ada pepatah yang bilang “tak kenal maka minta pin BBM tak sayang” jadi blogger terpilih harus menceritakan tentang pribadinya yang unik. Dengan jumlah yang sudah ditentukan pastinya, sebelas hal.


3.      Blogger yang memilih kalian telah mencantumkan pertanyaan pada postingan diblognya. Sebelas buah pertanyaan tersebut harus kalian jawab dengan baik dan apa adanya. Soalnya percuma ‘benar’ kalo nggak sesuai dengan kenyataan.

4.      Setelah menjawab, sekarang giliran kalian bertanya. Kalian bebas menanyakan—lagi-lagi sebelas—pertanyaan apapun. Pertanyaan untuk siapa? kepada blogger yang kalian pilih selanjutnya. Kalian bisa memilih blogger dengan jumlah nggak lebih dari sebelas orang untuk melanjutkan penghargaan berantai ini.



And let it begin!

Gue bakalan skip poin ke dua dari peraturan di atas. Kenapa? karena ngomongin diri sendiri itu enggak enak. Yah, paling nggak gue bisa cerita kalo gue sukanya baca yang bikin cepet ubanan kayak Sherlock Holmes sampe Detective Conan. Jatuh cinta sama hal-hal bersifat fiksi mungkin udah nggak usah diceritain mengingat isi blog gue ini sebagian besar bergenre fiksi. Mulai dari zombie sampe Kamen Rider, dari Gorillaz sampe Mongolian Chop Squad. Paling mentok juga ntar kalo bikin ‘sebelas hal tentang gue’ itu isinya kebanyakan bola, Chelsea, sama Inggris. Bagi mereka yang bukan fans Inggris di Piala Dunia pasti bingung kenapa masih ada juga yang mau jadi fans tim yang baru sekali menang Piala Dunia padahal katanya salah satu negara asal sepak bola. Man, this is about passion. Oh iya, satu lagi hal yang penting dari gue; pernah nyicip LDR. Rasanya pait, jangan pernah coba-coba. lah ini kok ujung-ujungnya cerita juga.

And then next! Ini beberapa pertanyaan yang dicantumin Abang Kolok di blognya. Salam kenal, Bang!

Q:        Sejak kapan punya blog?
A:        berdiri dapat diakses sejak Rabu, 24 Juli 2013. Waktu itu namanya ‘catatan si perfeksionis’ URL-nya juga masih tentang-senja.blogspot.com

Q:        Apa alasan kamu ngeblog?
A:        Di postingan blog ini gue pernah bilang alasan utama bikin blog ini sebenarnya apa. Tugas Biologi. Dan ketika sekarang sudah terbebas dari tugas-tugas, tau-tau menulis udah jadi bagian dari hidup gue.

Q:        Siapa yang menginspirasi kamu untuk ngeblog?
A:        Pertengahan tahun 2012 pernah nggak sengaja kenalan sama salah satu penulis asal Surabaya. Nama panggilan akrabnya Mas Kriwul. Beliau udah pernah nerbitin buku judulnya ‘Tentang Hujan’. Waktu pertama kenalan sama dia, gue masih cupu-cupu abis dan gak punya feel sedikit pun di bidang menulis. Sampe kemudian dia bilang bakal nerbitin buku Tentang Hujan tadi. Dan sampe sekarang gue belum pernah baca bukunya padahal waktu itu niat jadi first reader. Semenjak dikenalin soal dunia tulis-menulis sama Mas Kriwul, tangan gue jadi lebih sensitif soal diksi kata.

Q:        Pendapat kamu tentang blog saya? :p
A:        Hal pertama yang terlintas begitu lihat berandanya cuma satu; jamnya salah. Hahaha :))

Q:        Menurut kamu, penting nggak sih Liebster Award ini?
A:        Sebenernya Liebster Award ini pentingnya kebangetan. Terutama buat blogger-blogger rookie kayak gue. Dari penghargaan—yang kalo kita terusin—ini, kita bakal dapet backlink dari beberapa blog lain. Secara nggak langsung traffic blog jadi meningkat. Di Google sih banyak ngebahas soal manfaatnya. Selamat berselancar!

Q:        Apa keinginan terbesarmu?
A:        dijodohin sama Melody Punya pedang katana sendiri, tapi yang bisa keluar naga kaya punya Zoro. Impian gue tembok bener, ya. Sedih.

Q:        Apa sih maanfaat ngeblog buat kamu?
A:        Blogging itu semacam olahraga buat gue. Biar otak jadi lebih sehat.

Q:        Paling sering blogwalking ke blog siapa?
A:        Nggak punya kata paling sering. Biasanya buka blog judi bola yang ada di akun sharing postingan baru lewat twitter ato langsung surfing di Google.

Q:        Ada keinginan buat punya buku sendiri?
A:        Kalo ilmunya sudah cukup dan punya kesempatan, why not?

Q:        Paling sering ngeblog tentang apa?
A:        Analogi, Fiksi, Aksi, Komedi, Biologi.

Q:        Punya post favorit di blog kamu? Kalo punya sebutin.
A:        Kalo sebutin semua postingan di blog satu-satu?


Longest post I’ve ever write. But, here is the luckiest eleven!
1.      Anis Antika
2.      Mohammad Furqon
3.      Kadek Radhitya
4.      Octavia Riska Dayanti
5.      Iput Milishay
6.      Putu Cintia Windan Sari
7.      Febie Amika
8.      Handiko Rahman Pebrianto
9.      ...

10.  ....


11.  .....

And my genius question!
1.      Percaya nggak sama Teori Darwin?
2.      Selain untuk menyalurkan hobi, hal lain yang mendorong kalian buat blogging apa?
3.      Ada ritual yang dilakuin kalo lagi buntu mau bikin postingan apa di blog?
4.      Siapa yang menjadi inspirasi dari gaya sampe materi tulisan yang kalian pake?
5.      Penulis ideal itu harus yang kayak gimana?
6.      Milih beralih jadi penulis buku ato tetap konsisten blogging?
7.      Apa yang jadi penghambat terbesar dalam aktifitas blogging?
8.      Obsesi tertinggi yang nggak mungkin tercapai?
9.      Suasana paling kondusif untuk menulis ataupun blogging?
10.  Kalo diharuskan untuk membunuh, milih pake cara apa?
11.  Kenapa Nobita dari dulu kelas 5 terus?


That’s all! Mata rantai selanjutnya adalah pilihan kalian!