Aku pernah sekali
melihat matamu, teduh dan nyaman. Seperti tenda berlapis terpal biru yang
sering kali dijadikan pemberhentian utama pengendara sepeda motor yang
kehujanan.
Senyummu selalu lembut,
bersambung dengan pipi yang terlihat empuk. Seperti roti tawar dengan
kematangan sempurna yang sering kali disantap para budak metropolitan yang tak
sempat lagi menyuap nasi.
Caramu tertawa selalu
terdengar gurih. Seperti bagian-bagian hangus dari roti yang telat dibalik yang
sering kali dimakan pertama karena lebih kompleks rasanya.
Air matamu menerjang
ekspresi masam yang kemudian bercampur sunggingan manis. Seperti lelehan
parutan keju mondseer yang sering kali meluber kemana-mana ketika
gigitan pertama letaknya tak sempurna.
Kamu punya gaya bicara
yang menarik. Seperti sebatang coklat murni tanpa susu yang sering kali membuat
produksi air liur anak-anak sekolah berlebihan.
Aku selalu
menerka-nerka jika pelukmu hangat. Seperti setangkup roti bakar keju coklat yang
baru saja diangkat Mang Ronal yang sering kali kuhabiskan sedirian di depan
laptop.
Mungkin kamu adalah
reinkarnasi dari salah satu roti bakar keju coklat yang pernah dihidangkan Mang
Ronal. Jika pun iya, aku ingin di kehidupan berikutnya menjadi sekaleng susu
kental manis yang menunggu di dalam laci gerobak berwarna merah ini. Menunggu
untuk menyatu denganmu di dalam menu “Roti Bakar Keju Coklat Spesial.”
As you expected I guess, miss (?)
ReplyDelete