Tuesday 30 July 2013

filosofi pesawat kertas




Ada apa sama pesawat kertas? kenapa gue tiba-tiba mau cerita soal mainan yang satu ini? Semua berawal dari salah satu temen kelas gue. Dia duduk tepat dibelakang gue. Waktu itu anak kelas gue lagi pada sibuk mijitin kening masing-masing. Gue rasa sekelas pada kena kram otak akut. Wajar aja, sekarang ini jam-jamnya otak kami diperas habis-habisan. Fisika emang gak ada tandingannya. Selain pelajarannya susah abis. Guru fisika gue ini juga rada nyebelin orangnya.

Ada yang pernah nonton film "Batman" ? manusia kampret itu punya salah satu musuh yang namanya "the penguin". Gue rasa, tokoh ini yang paling bisa ngegambarin sosok guru fisika gue, yang gue rasa lebih cocok jadi pengurus bidang kesiswaan. Selain kata-katanya yang suka nyelekit, postur tubuh sama idungnya juga mirip sama tokoh yang punya nama asli Oswald Chesterfield Cobblepot itu. Gue rasa, kalo gaya jalannya dirubah dengan gak nekuk lutut, mungkin dia bakalan jadi penguin penghuni antartika terbesar.

Balik lagi ke temen gue. Pas anak sekelas lagi pada serius ngerjain tugas dari ibu-guru-yang-gue-lupa-nama-aslinya-ini, dia dengan idiotnya main pesawat-pesawatan di belakang gue. Gue melongok sebentar ke arah dia pas salah satu pesawatnya mendarat dengan sukses di atas buku latihan gue. Pandangan gue terpaku sejenak pada pesawat kertas yang lagi dia bikin. Udah lama gue nggak ngeliat ada orang yang mainin pesawat kertas kayak gini. Gue curiga, jangan-jangan sekarang udah ada aplikasi buat main pesawat kertas di tab. Kalo emang beneran iya, gue merasa kasihan sama anak-anak generasi sekarang ini.

Sepanjang jalan pulang, gue masih ngelamun soal pesawat kertas ini. Pikiran gue mulai dipenuhin sama pelajaran-pelajaran yang sebenarnya bisa kita ambil dari selembar kertas yang udah dilipat-lipat itu. Pelajaran yang nggak bakalan lebih sulit dari pelajaran fisika tadi, namun jelas lebih berarti. Pelajaran tentang bagaimana untuk hidup seperti sebuah pesawat kertas.

Pesawat ini punya dua cara terbang, ngikutin tenaga tuannya, ato tunduk sama alam untuk terbang ngikutin angin. Sama kayak manusia, manusia juga punya dua jalan buat hidup. Jalan yang mereka buat sendiri untuk sampai di klimaks hidup mereka, ato jalan yang udah dibuat oleh semesta. keduanya punya puncak cerita yang sama, kematian. Jalan yang kita buat sendiri gak bakalan semulus jalan semesta. Tapi, di akhir,  jalan semesta gak pernah lebih baik dari jalan milik kita sendiri. Sama seperti pesawat yang memilih cara terbang pertamanya, mengikuti ego sang pemilik. Ketidak stabilan, hambatan gerak, gesekan dengan angin yang nggak sejalur, dan banyak lagi hambatan lainnya untuk terbang dengan indah. Namun, pesawat itu akan sampai di tempat yang ia inginkan. Walau kecil kemungkinannya, pemilikny akan tetap tersenyum simpul.

Pesawat kertas gak pernah tau di mana dia bakalan berhenti ketika angin sudah berbicara. Sama kayak manusia, manusia gak pernah tau kapan mereka terjatuh ketika semesta berkehendak. Banyak dari kita yang gak mampu buat berdiri lagi setelah jatuhnya. Banyak dari kita yang takut dengan luka yang sama. Ada yang bilang "bahkan keledai pun gak bakalan jatuh di lubang yang sama." Menurut gue, mereka yang bodoh, bukan mereka yang jatuh di lubang yang sama, tapi mereka yang berkali-kali terjatuh, tapi gak pernah bisa ngambil satupun pelajaran dari rasa sakitnya. Harusnya kita seperti pesawat kertas, yang udah berkali-kali terjatuh, tapi tetap masih ingin diterbangkan.

"eh, nyet! liat nih! liat nih! wushh! ahaha.....aaaah!! kambing!"

Tawa gue pecah ketika pesawat kertas terakhirnya hari itu terbang terlalu tinggi. Tawa riangnya di awal tadi berubah jadi erangan kecewa. Dia lagi mencoba ketawa dikit-dikit, tapi kali ini agak garing. Dia mulai ngeikhlasin pesawatnya yang udah nyangkut di atap parkiran. Gue coba bikin kertas baru dari selebaran yang dibagiin mas-mas bimbel di depan pagar tadi. Nggak ada salahnya kan, sekedar bikin dia seneng lagi.  Gue arahin pesawat itu ke kepalanya. Dia memutar sebagian badannya menghadap ke gue. Perlahan, senyum tipisnya mulai melebar dan berubah jadi gelak tawa. Gue seneng, gue gak jadi malu gegara punya temen yang galau seharian cuma karena pesawat kertasnya nyangkut.

3 comments:

  1. Pesawat kertas tuh pasrah aja sama keadaan

    ReplyDelete
  2. Dia cuma ngikutin arah arus anginnya mau kemana, kalo anginnya ilang ya dia pasti jatuh, tapi dia pasti bisa bangkit lagi kalau dia masih mau berusaha buat terbang sedikit lebih tinggi dan jauh lagi. Dan dia bahkan bisa membuat orang di sekitarnya ketawa, padahal dia cuma terbang-terbangan ga jelas.

    ReplyDelete